Sunday, October 31, 2010

contoh dari Arbain

Bulan Maret tahun ini diawali dengan contoh yang baik dari umat Islam. Sabtu itu Masjid At-Tin (Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur) dipenuhi oleh ribuan kaum Muslimin dengan dua corak warna yang kontras satu sama lain; ada yang putih-putih ada pula yang hitam-hitam.
 
Hari itu merupakan peringatan Arbain Sayyidina Husain, cucu Nabi SAW. Sebenarnya peringatan Arbain atau empat puluh hari wafatnya Imam Husain AS yang dihitung setelah tanggal 10 Muharram bertepatan pada tanggal 27 Februari (20 Shafar). Hari Sabtu dipilih karena umumnya hari itu libur.
 
Semua umat Islam dari berbagai organisasi hadir di sana. Acara pertama diisi dengan pembacaan surah Yasin dan tahlil yang dipimpin oleh Ust. Hasan Daleel. Kemudian taushiyah/ceramah pertama disampaikan oleh Cak Nun. Beliau mengingatkan bahwa umat Islam sudah diracun oleh musuh-musuh Islam, dan harus segera bangkit.
 
Pembicara kedua merupakan perwakilan dari Muhammadiyah. Saya tidak mengingat namanya namun beliau adalah mantan ketua IMM. Beliau menyampaikan bagaimana Sayyidina Ali bin Abi Thalib AS berjuang dan berperang mati-matian hingga berdarah hanya demi mempertahankan keadilan dan menjaga keutuhan agama Islam. Demikian halnya dengan Imam Husain.
 
Kemudian acara diisi dengan senandung shalawat yang dibawakan oleh Haddad Alwi, dan dilanjutkan dengan taushiyah dari ulama Iran yang kebetulan hadir di Indonesia, Allamah Ayatullah Najaf Abadi. Sambil  merenung ke kubah masjid beliau memulakan ceramahnya.
 
Kubah Masjid At-Tin bertuliskan ayat Al-Quran, Surah An-Nur: 35;
"Allah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus (misykat), yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu" (QS. An-Nûr : 35)
 
Ayatullah Abadi menjelaskan dengan indah (yang ringkasnya) adalah bahwa ayat ini ayat yang tiada bandingnya dari awal hingga akhir masa dan wajib ditulis dengan tinta emas. Menafsirkan ayat ini tidak boleh dilakukan oleh sembarangan manusia, namun hanya manusia-manusia suci atau langit saja yang dapat menafsirkannya, yaitu Ahlul Bait Nabi SAW.
 
Menurut penjelasan Ibnu Abbas RA mengenai ayat di atas, ringkasnya menurut beliau: Lampu (pelita besar) adalah Muhammad, kaca adalah para pemimpin Ahlul Bait, dan pohonnya adalah Fathimah, yang dinyalakan dari Rasul SAW: Minyaknya hampir-hampir menerangi. Para imam Ahlul Bait adalah cahaya yang menjadi penerang dan panutan umat. Mereka adalah cahaya, amal perbuatan mereka cahaya, dan mereka berada dalam cahaya.” (Adakah mereka juga bergerak dengan kecepatan cahaya kerana mereka adalah cahaya???)
 
Namun, salah satu cahaya tersebut telah dibantai oleh manusia paling terkutuk dari seorang putra terkutuk. Salah seorang cahaya tersebut adalah Sayyidina Husain, yang Rasulullah SAW sabdakan mengenai Sayyidina Husain, “Sesungguhnya Al-Husain adalah pelita hidayah dan bahtera keselamatan.”
 
Kemudian, kembali diisi dengan shalawat yang dipimpin Haddad Alwi dan juga Salim Al-Hamid. Selanjutnya taushiyah dari perwakilan Nahdlatul Ulama, KH. Noor Iskandar. Beliau menjelaskan mengenai ayat suci Quran ketika Allah memerintahkan Nabi: Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang kepada al-qurbâ. (QS. Asy-Syûra : 23)
 
Atas dakwah beliau, Nabi SAW tidak meminta apapun kepada kalian wahai umat manusia, tidak pula pangkat atau harta berlian, namun beliau hanya minta satu; yaitu cinta dan kasih sayang kepada al-qurbâ, yakni keluarga Nabi SAW. Hal menarik sekaligus “mengejutkan” adalah perkataan beliau menyarankan agar para habaib untuk terjun ke dunia politik, dan dia akan mendukung jika ada habaib yang bertakwa untuk menjadi presiden.
 
Saya menjadi ingat mengenai Imam Khomeini rahmatullâh ‘alaih, bagaimana beliau “mengecam” ulama-ulama yang hanya berdakwah di masjid-masjid namun tidak terjun ke masyarakat apalagi politik.
Ceramah terakhir disampaikan oleh Ust. Zain Al-Hadi. Beliau menyampaikan bagaimana kita harus memilih shirâth al-mustaqîm, bukan maghdub ‘alaihim atau jalan yang adh-dhâllîn.
 
Arbain kali ini menjadi contoh bagaimana umat Islam dapat bersatu. Terharu sekali menyaksikan hal ini, bagaimana ketika Syiah dan Ahlus Sunnah bershalawat dan bertakbir “Allahu Akbar” bersama-sama di masjid. Ahlul Bait yang suci adalah milik umat Islam, bukan milik Syiah. Semoga persatuan umat Islam terwujud segera. Ilâhi Âmîn Yâ Rabbal ‘Âlamîn.

Catatan: Surah An-Nur (Surah Cahaya) ayat 35 ini sangat sarat dgn rahsia bagi para pengkaji. Ia menjadi contoh b/m Allah bermetafora utk menyampaikan sesuatu "yang rahsia" kpd manusia. Didalamnya terkandung hakikat kepemimpinan (Imamah) bagi manusia sepeninggal Rasul-Nya. Mengikuti mereka akan mempercepatkan langkah manusia menapaki jalan-jalan cahaya-Nya kerana kita akan terbimbing dengan "manusia cahaya/langit". Ringkasnya, kewujudan "manusia cahaya" ini tidak dapat kita ingkari...(Seharusnya ayat ini dihafal dan dijadikan zikir harian)

Sebagai tambahan, lihat hadis ini:
Hadis ini memberitahu kita bahwa sebelum Allah swt menciptakan makhluk yang bersifat fisik dan materi; Dia menciptakan makhluk non-materi yaitu cahaya. Yang di dalam Al-Qur'an disebutkan: “Ingatlah, Dia memiliki “Al-Khalq” (makhluk materi) dan Al-Amr (makhluk non-materi).”
(Surah Al-A’raf: 54). (Namun, ada yang menterjemahkan "al-Amr" dengan urusan pemerintahan).

Salman Al-Farisi berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:
كنت أنا وعليّ نوراً بين يدي الله تعالى قبل أن يخلق آدم (عليه السلام) بأربعة عشر ألف عام، فلما خلق الله آدم (عليه السلام) قسم ذلك النور جزأين، فجزء أنا وجزء عليّ
Aku dan Ali adalah cahaya di sisi Allah swt empat belas ribu tahun sebelum Dia menciptakan Adam (as). Ketika Allah menciptakan Adam (as) Dia membagi cahaya itu menjadi dua bagian, sebagian adalah aku dan sebagian lagi Ali.”

Hadis ini dan yang semakna terdapat dalam di dalam kitab:
1. Ar-Riyadh An-Nadhrah, jilid 2, halaman 164.
2. Mizan Al-I’tidal, jilid 1 halaman 235.
3. Majma’ Az-Zawaid, Al-Haitsami, jilid 9 halaman Manaqib Ali bin Abi Thalib (as).
4. Tarikh Baghdad, jilid 6 halaman 58, Turjumah Ibrahim bin Al-Husayn bin Dawud.
5. Hilyah Al-Awliya’, jilid 1 halaman 84, Turjumah Ali bin Abi Thalib (as).

Sekian

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home